KPR.COM,SBB- Lagi dan lagi korban pelecehan seksual anak dibawah umur di kabupaten Seram Bagian Barat terus bertambah. Dari Januari hingga bulan Juni ini ABH (anak Berhadap Dengan Hukum) sudah lebih dari 10 kasus ABH yang mana diantaranya anak korban pelecehan berusia 4 tahun hingga usia 17 tahun.
Bahkan di antaranya korban pelecehan, ada yang telah Hamil dengan usia kandungan berfariasi. Ada yang 6 Bulan hingga 8 Bulan . Kasus anak dibawah umur disebabkan dari pergaulan bebas maupun penyalahgunaan media sosial.
Hal ini dibenarkan Rasyid La Koko, melalui Via Whatsup nya, Selasa (7/6/22).
“Jika dilihat dari kasus-kasus yang didampinggi dan membuatkan laporan Penelitian Sosial oleh pekerja Sosial perlindungan anak, terhitung cukup banyak kasus-kasus dari beberapa Kecamatan diantaranya Huamual, Seram Barat, Kairatu Barat, Kairatu dan taniwel. Dimana ada yang telah hamil di luar nikah”. Ulas Rasyid
Selaku orang yang bertugas sebagai Pekerja Sosial dan Perlindungan Anak di kabupaten Seram Bagian Barat, juga Maluku Tengah Rasyid mengungkapkan jika kedua Kabupaten ini dalam tahun 2022 kasusnya sangat meningkat.
Dengan adanya korban tersebut kata Rasyid, akan semakin memperpanjang deretan kasus seksual anak di bawah umur baik itu di kabupaten Seram bagian Barat maupun di Kabupaten Maluku Tengah.
Deretan kasus tersebut lanjutnya, hampir semua berawal dari penyalahgunaan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Instagram dan fasilitas media sosial lainnya maupun pergaulan bebas. Ulasnya yang selalu mendampingi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) ditingkat penyidikan Polisi.
Selain itu, tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak puncaknya di bulan Mey Juni ini sudah masuk kategori keadaan darurat anak di Kabupaten Seram Bagian Barat.
“Dengan tingginya jumlah kasus asusila itu, sudah masuk dalam keadaan darurat anak di kedua Kabupaten diantaranya SBB,dan Maluku Tengah”. Rasyid
Dirinya berharap, pemerintah Daerah harus berperan aktif untuk menekan kasus anak berhadapan dengan hukum karena Peran pemerintah terhadap kepedulian anak-anak bangsa terutama di Kabupaten Seram Bagian Barat, untuk pencegahan, kami serahkan sosialisasi itu ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Yang mana, menurut kami Dinas terkait belum secara aktif melakukan sosealisasi merata untuk mencegah hal ini dan juga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, atau P2TP2A berapa tahun terakhir tidak ada Dan tidak aktif.
Ia menyarankan, untuk mengaktifkan fungsinya dalam melakukan pencegahan dan pendampingan Anak berhadapan dengan Hukum terutama korban kekerasan seksual, kami menyayangkan Mobil Dinas Pemberdayaan Perempuan seharusnya di fungsikan.
Sehingga kata Rasyid, ketika ada korban, Mobil tersebut siap antar Jemput korban maupun keluarga korban.
“Korban maupun Keluarganya sangat membutuhkan transportasi yang mana jika mobil tersebut dimanfaatkan di gunakan untuk mengantar jemput keluarga korban agar mengurangi sedikit bebannya. Amat disayangkan mereka sudah korban ditambah korban lagi dengan biaya transportasi sendiri. Sepak terjang maupun kondisi ekonomi mereka amatlah terbatas. Belum lagi rentan jarak maupun keterbatasan akses untuk melakukan pelaporan bahkan proses lanjutan”. Ulas Rasyid
Inilah yang menjadi indikator dan kendala bagi keluarga korban pelecehan seksual.
“Saya berharap, selaku Dinas terkait untuk fungsikan P2TP2A. Karena selama ini peran P2TP2A tidak melakukan pendampingan anak”.
Dirinya pun mengajak kepada seluruh elemen masyarakat, LSM, PERS, Lembaga lainnya untuk bersama-sama melakukan pendampingan baik itu ABH dan sosialisasi di sekolah-sekolah maupun di masyarakat, orang orang dekat selaku keluarga orang tua agar kiranya melakukan pendampingan. ” Ujar Rasyid
Lebih lanjut, sejauh ini, kasus-kasus itu berawal dari media sosial, maka perlu juga melakukan sosialisasi pencegahannya melalui media sosial. Dengan menulis atau memposting imbauan-imbauan dalam memperhatikan hal-hal yang dapat menyebabkan pergaulan bebas atau seks bebas.
Kalau bilang tidak efektif tidak juga, karena kami berupaya, berusaha dengan segala keterbatasan kami. Karena kami tidak mungkin dan tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan dari semua pihak apa lagi di sini kami punya segala keterbatasan,” tambah Rasyid sembari mengharapkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta P2TP2A melakukan sosialisasi.
Mobil mestinya di prioritaskan pada (ABH), Anak yang berhadapan denhan Hukum atau jemput dan antar mereka.
“Saya juga berharap, agar semua pihak untuk ikut bersosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya peran aktif masyarakat, terutama keluarga keluarga inti seperti orang tua.
“Karena yang menjadi korban kebanyakan adalah orang terdekat atau orang yang dikenal,” tutup Rasyid.
(ATM-Red)