KPR.COM, Ambon- Mahasiswa adat nilai pernyataan pejabat Desa Taniwel, Welem S Niwele yang di muat di harian online Kbhinews.co.id tersebut diduga karena kemasukan angin. Pasalnya aksi yang dilakukan mahasiswa adalah muri dari kepedulian kami terhadap hak hutan di wilayah Taniwel yang harus tetap lestari.
Pejabat Desa Taniwel seharusnya sadar dan hadir sebagai bagian dari perwakilan dari masyarakat untuk menolak hadirnya perusahaan yang nantinya akan merampas hak kelestarian hutan kita, bukan malah sebaliknya menggiring opini bahwa aksi penolakan kita bagian dari intervensi politik. Hal ini disampaikan pada awak media’ Selasa, (29/09/20)
Filmon Latue, yang merupakan salahsatu peserta aksi tersebut menegaskan” komitmen kami dalam menolak kehadiran para perusak lingkungan itu sudah ada sebelum kasus yang terjadi di kecamatan Taniwel ini, dan ini menjadi komitmen kami bersama untuk mengusir pihak perusahaan apapun yang akan hadir merusak hutan adat yang ada di Nusa Ina.” Ujarnya.
“Penolakan PT Gunung Makmur Indah oleh masyarakat itu kan sudah cukup jelas tertuang dalam petisi penolakan dari masyarakat dan bahkan di bubuhi tandatangan serta stempel atasnama Pejabat Desa Taniwel, Welem S Niwele, namun jika ada penggiringan opini lain dari prespektif pejabat tentang aksi kita maka hal ini yang kemudian akan menjadi materi kajian baru tambahan untuk membongkar masalah ini” tutur Filmon
Lanjutnya” Jika penyampaian Pjabat Desa Taniwel seperti itu sudah barang tentu harus kita duga ada kepentingan apa hingga dengan lancng si PJ harus menganggap aksi kita dalam mempertahankan hak Hutan ataupun Hutan Adat kita untuk tetap lestari. Jika memang memang bapak suda masuk angin bilang biar kita kerok menggunakan senjata para pendemo” beber Filmon.
” Status pejabat itu bukan seperti seorang Raja depenitif atau kepala pemerintahan depenitif jadi harus di pahami tugas dan vungsi bapak dalam tata kelola pemerintahan di Desa. Jika masyarakat menolak kehadiran perusahaan yah harus di sampaikan ke publik agar Bupati SBB tauh bahwa masyarakat menolak dengan tegas, dan dalam poin penolakan tersebut juga disahkan secara formal oleh bapak. sebab masyarakat tidak ingin merasakan dampak dari hadinya perusahaan, sebab masyarakat menginginkan Hutan maupun Hutan Adat Mereka Ingin tetap lestari agar Masi bisa di nikmati anak cucu sampai kapanpun.” Tutup Filmon.
(Erpan/Red)